KompasProperti - Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara-negara maju. Selain kurangnya keterampilan, faktor pendorong turunnya produktivitas adalah ketiadaan hunian dan transportasi publik bagi pekerja.
Sekira 60 persen industri nasional berada di kawasan industri Cikarang, Kabupaten Bekasi. Industrialisasi di Bekasi memang paling maju di Jawa Barat, dan kedua setelah Jakarta.
Jawa Barat sendiri merupakan provinsi terdepan di bidang industri. Kawasan industri yang berada di Jawa Barat mencapai 40 dan 18 di antaranya berada Bekasi, dari total 74 kawasan industri nasional.
Maka, tak heran jika Jawa Barat tumbuh menjadi penyumbang PDB terbesar ketiga di Indonesia, setelah Jakarta dan Jawa Timur.
Baca: Menatap Bekasi dan Proyeksi Ekonomi Mendatang
Pemerintah pun mulai membangun infrastruktur yang dapat mendukung berkembangnya industri di Jawa Barat dengan membangun Pelabuhan Patimban di Subang, Bandara Internasional Kertajati di Majalengka, serta sejumlah akses transportasi dan jalan.
Kawasan Cikarang dan sekitarnya (koridor Bekasi dan Karawang) berpotensi seperti Shenzhen.
Namun, menjamurnya kawasan industri dan banyaknya rencana pembangunan infrastruktur itu belum cukup.
“Saat ini yang ada adalah kawasan industri yang luas tanpa kota modern pendukung industrialisasi di Cikarang,” ujar Presiden Meikarta Ketut Budi Wijaya di Menara Matahari Karawaci, Jumat (15/9/2017).
Baca juga: Meikarta Kota Baru bagi Para Pekerja
Daerah di sekitar Cikarang seperti Bekasi banyak ditinggali orang yang bekerja di Jakarta. Sedangkan, Karawang juga tidak berkembang optimal sebagai kota industri.
Ketiadaan pemukiman, kata dia, berakibat para pekerja mesti melaju dari Jakarta atau daerah lainnya menuju Cikarang. Kemacetan di perjalanan menyita waktu dan energi. Produktivitas kerja para pekerja yang kelelahan itu pun merosot.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa mengatakan dampak nilai ekonomi yang hilang akibat macet dalam setahun sama dengan Rp 39,9 triliun.
Bank Dunia mencatat, warga Jabodetabek umumnya menghabiskan waktu minimal 3,5 jam di jalan akibat macet. Meskipun secara fisik para pekerja tampak bugar namun kinerjanya melambat karena kelelahan.
Baca: Kota Baru di Cikarang Tawarkan Akses Cepat bagi Penghuninya
Ketut mengatakan kurangnya waktu istirahat para pekerja akibat waktunya tersita di jalan berdampak rendahnya produktivitas. “Berapa jam waktu dihabiskan di jalan? Belum cukup mereka beristirahat, besoknya disuruh berproduksi lagi dengan full capacity.Kalau istirahatnya kurang, tentu tidak produktif. Karena orang bukan mesin,” katanya.
Ketiadaan pemukiman bagi pekerja di kawasan industri ini dijawab Lippo Group dengan membangun kota mandiri Meikarta. Tren peningkatkan kebutuhan hunian pekerja, kata dia, sejalan dengan meningkatnya foreign direct investment (FDI) Indonesia.
“Ketika investasi banyak masuk ke Indonesia, ada banyak pekerja di kawasan industri yang membutuhkan hunian strategis,” ujarnya.
Dekatnya apartemen Meikarta dengan sejumlah kawasan industri dipercaya bakal menggenjot produktivitas tenaga kerja. Sebab, perjalanan dari hunian ke tempat bekerja tak banyak memakan waktu.
“Kalau orang tinggal di sana, bekerja di sana, nggak mungkin pekerja jadi bete,” katanya.
Meikarta diproyeksikan sebagai kota modern yang diwujudkan sebagai kota pekerja, kota riset, dan kota pelajar. Berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, institusi pendidikan, hingga pusat riset dan kesenian akan dibangun di sini.
“Orang tidak perlu antar sekolah anaknya jauh-jauh karena ada sekolah di Meikarta,” imbuhnya.
Dengan hunian yang nyaman dan strategis serta kelengkapan fasilitas maka waktu bersama keluarga pun menjadi lebih berkualitas.
“Hidup di Meikarta, Anda bisa produktif dan tidak akan kehilangan waktu bersama keluarga,” katanya.