KompasProperti - Salah satu cara Lippo Group mengatasi backlog atau kurangnya perumahan yang terjadi di Indonesia yaitu melakukan pembangunan kompleks apartemen Meikarta. Proyek itu juga ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang.
Pada suatu diskusi, Presiden Meikarta Ketut Budi Wijaya mengatakan, saat ini backlog di Indonesia ada lebih kurang 11,4 juta.
“Banyak orang yang sudah bekerja sekian tahun, tapi masih belum punya rumah. Mereka butuh tempat tinggal yang layak dengan harga terjangkau,” ucap Ketut di kantornya, Jumat (15/9/2017).
Hal itu menggugah Lippo Group sebagai pengembang properti ternama di Indonesia untuk membangun kompleks apartemen dan kota mandiri Meikarta di Cikarang, Jawa Barat. Pembangunan kompleks ini diharapkan berefek positif berantai ke segala aspek kehidupan.
Baca: Meikarta Berpotensi Jadi Pusat Bisnis Paling Strategis di Indonesia
“Jadi Meikarta ini ada trickle down effect yang besar dari properti untuk pengembangan suatu kota. Ada manfaat untuk orang di sekitarnya, misalnya pedagang warung atau kopi keliling. Omzet mereka naik setelah ada proyek ini,” ujar Ketut.
Dia menambahkan, Lippo Group ingin agar orang yang terlibat dalam proyek ini kebanyakan warga lokal, mulai dari yang memiliki keterampilan rendah sampai yang punya keahlian khusus.
“Pekerja yang low skill misalnya petugas kebersihan sampai yang high skill contohnya petugas di waste water management. Itu tidak mungkin orang sembarangan, perlu skill tinggi,” kata Ketut.
Menurut dia, sekarang ini ada sekitar 60.000 pekerja untuk membangun Meikarta, misalnya tukang bangunan, mandor, petugas kebersihan dan keamanan, arsitek, insinyur bangunan, desainer interior, dan petugas pengelola fasilitas.
Baca: Lewat Meikarta, Lippo Group Buktikan Bisnis Properti Masih Menggiurkan
“Proyek Meikarta in menciptakan sekitar 70.000 lapangan kerja, ada yang sebagai salesman dan lain-lain. Sebanyak 90 persen pekerjanya adalah anak bangsa, sisanya dilakukan oleh pekerja asing,” katanya.
Untuk itu, masyarakat untuk berpikiran positif, mengedepankan persatuan, dan menjauhkan perbedaan. “Orang asing sudah pikir soal artificial intelligence, robotic, quantum, tapi kita masih bicara perbedaan yang tidak jelas. Kita tanya nurani kita, apa yang sudah kita perbuat untuk negeri ini supaya jadi lebih besar,” ujar dia.